Tuesday, 14 June 2016

ArtikelOpini :Mahasiswa dan Perubahan Sosial

Mahasiswa dan Perubahan Sosial
Sedih rasanya akhir-akhir ini bila kita melihat aksi-aksi demontrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di beberapa wilayah di Indonesia, yang selalu berkahir ricuh bahkan bersifat destruktif terhadap fasillitas umum. Kesedihan ini muncul karena menyayangkan tindakan para mahaiswa sebagai kaum intelektual tapi telah menunjukan perilaku yang jauh dari kesan intelektual.
Persoalanya adalah bukan ketidaksetujuan pada aksi-aksi demontrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam menolak kebijakan publik yang cenderung tidak berpihak pada rakyat, akan tetapi ketidaksetujuan itu muncul untuk menolak gerakan demontrasi yang bersifat destruktif. Maka perlu dipahami bahwa kebebasan dalam berdemokrasi dewasa ini, bukan pengaktrualisasian  kebebasan tanpa memperhatikan ketertiban umum. Ini menjadi penting untuk kita, guna menunjukan bahwa demokrasi pada dasarnya bukanlah kebebasan individu/kelompok tertentu yang dilindungi melainkan kepentingan rakyat banyak.  Banyak dari kita baik sebagai politisi, pejabat pemerintahan, dan mahasiswa yang kadang salah kaprah dalam menafsirkan demokrasi dewasa ini.
Namun demikian, masih beryukur rasanya bagi kita dengan adanya aksi-aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menolak dan mengkritisi kebijakan publik yang tidak merakyat tersebut. Dengan hal itu setidaknya masih menunjukan kepada kita akan harapan di masa depan untuk bisa dikelola oleh mereka yang memang peduli dan memahami persolaan bangsa, yaitu kepada mahasiswa. Ditengah hegemoni globalisasi masih ada sebagian anak muda yang adalah mahasiswa masih memiliki kesadaran untuk berfikir dan mengkritisi situasi negaranya. Paling tidak agen perubahan yang tersemat dalam identitas intelektual mahasiswa bukan sebagai isapan jempol belaka di masa sekarang ini.
Dalam perjalanan sejarah panjang bangsa ini, mahasiswa memiliki peran strategis dalam menentukan arah perubahan bangsa dan negara dalam kapasitasnya sebagai golongan intelektual. Munculnya organisasi – oraganisasi pergerakan nasional seperti Boedi Utomo, Perhimpunan Indonesia dan sebagainya merupakan manifestasi kaum intelektual pertama pribumi seperti Soekarno, Moh. Hatta, dr. Soetomo, Sutan Syahrir dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Tergulingnya rezim demokrasi terpimpin Sokearno pada akhir tahun 1965 hingga rezim orde baru pada akhir 1998, merupakan bukti nyata peran kaum intelktual (mahasiswa) dalam membawa angin perubahan nasional. Dengan demikian semakin kita sadari betapa penting peran kaum intelektual dalam pembangunan bangsa saat ini dan di masa yang akan datang.
Reorientasi Kaum Intelektual
Melihat perkembangan pembangunan dewasa ini, paling tidak setelah 15 tahun reformasi kondisi kehidupan bangsa ini belum juga sejahtera. Patut dipahami bahwa pembangunan tidak sebatas pada pencapaian kestabilan ekonomi secara statistik, akan tetapi lebih luas mencakup sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam segala hal, baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun politik. Fakta dilapangan menunjukan bahwa, kemiskinan, kriminalistas, kekerasan sosial, korupsi para pejabat publik masih masih tumbuh subur di bumi Indonesia kita tercinta ini. Dalam kondisi demikianlah peran kaum intelektual (mahasiswa) yang adalah kaum terdidik itu sendiri seharusnya menggenapi keterpanggilan sebagai agen perubahan, tentunya dengan tata cara yang santun.
Ditengah gerusan budaya hedon dan materialistik dalam segala sendi kehidupan termasuk dalam pendidikan dewasa ini, hendaknya mahasiswa tidak terjerumus didalam pusaran tersebut. Maka  hendaknya kampus dapat dijadikan sebagai ruang ideologisasi kebangsaan, bukan hanya sekedar ‘bank’ pengetahuan. Kampus merupakan ruang radikalisasi kaum intelektual dalam mengoperasionalisasikan segala macam teori yang diterima oleh mahasiswa dalam mengkritisi persoalan kebangsaan yang ada. Ini yang dinamakan dengan kaum intelektual (mahasiswa) organik yang bersifat elastis terhadap situasi sosial yang berkembang, bukan kaum intelektual (mahasiswa) robot atau dalam bahasa gaul hari ini disebut mahasiwa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang).
Pendidikan merupakan gerakan humanisasi, maka kesadaran akan panggilan kemanusiaan dalam agen perubahan bagi setiap mahasiswa bagi setiap kaum intelektual adalah sebuah keniscayaan. Menurut Pramoedya Ananta Toer, setiap kaum terpelajara harus bersikap adil sejak mulai dalam pikiran, apalagi dalam sikap praksisnya. Maka sebagai mahasiswa, sebagai golongan terdidi, golongan terpelajar dari golongan masyarakat kita yang masih belum terdidik, menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai kaum terdidik untuk memimpin mereka menuju masa kebahagiaan bagi manusia Indonesia sekarang dan di masa yang akan datang. Inilah tugas mulia kita sebagai mahasiswa. Viva Mahasiswa Indonesia.
FX. Hengki Parahate

Ngaglik, Jogjakarta, Mei 2013

No comments:

Post a Comment