Tuesday, 14 June 2016

Artikel Opini :Partai Politik dan Pembangunan

Partai Politik dan Pembangunan
Sebagaimana telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke – IV, salah satu tujuan adalah menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh takyat Indonesia dengan berdasarkan pada kemanusiaan yang adil dan beradab. Pada dasarnya pembangunan itu sendiri meliputi pembangunan dalam aspek ekonomi, aspek sosial serta aspek politik. Maka tolok ukur untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari tingkat kualitas kehidupan ekonomi, sosial maupun politik dari masyarakat yang ada.
Indonesia sebagai negara yang menganut paham welfare state, hendaknya mengatur sedemikian rupa sistem dan perangkat penyelenggaraan negara guna mendorong pencapaian tujuan dari pembangunan itu sendiri. Oleh Karena itu, sistem dan perangkat penyelenggaraan negara baik dalam bentuk sistem pemerintahan, hukum dan lembaga kenegaraan harus dapat menunjang bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Dengan melihat situasi dan perkembangan pembangunan dewasa ini, nampaknya kualitas pembangunan di negara kita ini masih rendah. Pembangunan itu sendiri pada dasarnya meliputi pebangunan pada aspek ekonomi maupun sosial-politik. Maka tanpa mengesampingkan peran penting pembangunan pada aspek ekonomi yang ada, pembangunan demokrasi sebagai bagian pembangunan nasional pada aspek sosial-politik , kiranya menjadi isu yang amat penting dewasa ini. Ya, sadar atau tidak sadar sistem demokrasi yang telah berhasil diperjuangkan pasca  reformasi, kini tidak cukup memberikan angin perubahan pada peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Demokrasi yang kita capai ini tidak dipahami secara benar dan semestinya.
Sebagaimana kita ketahui  akhir-akhir ini tentang  adanya wacana pembubaran partai politik. Isu ini berkembang seiring sejalan dengan semakin banyaknya  beberapa kasus besar korupsi yang menjerat para petinggi partai yang terkuak. Dari kasus Hambalang yang menyeret nama Nazarudin, Angelina sondakh, Andi Malarangeng dan Anas Urbaningrum, dimana semua itu merupakan politisi dan petinggi partai demokrat. Sedangkan kasus paling terkini adalah kasus suap impor daging yang menyeret nama mantan presiden PKS Lutfi Hasan Isqak serta Ahmad Fatanah. Namun perilaku korupsi para kader partai politik di Indonesia tidak hanya menjangkiti kedua partai tersebut, hampir sebagian besar partai politik yang ada saat ini juga terjangkiti perilaku korup tersebut. Hanya waktu dan soalnya saja yang membedakan, serta ada tidaknya kesempatan. Dan kesempatan untuk melakukan korupsi itu identik dengan adanya kekuasaan. Hampir tidak mungkin rasanya bagi kita untuk menemukan partai politik yang benar-benar bersih sepak terjangnya dalam sistem perpolitikan kita dewasa ini.
Kondisi demikian merupakan siyalemen yang menunjukan kepada kita akan  kemunduran demokrasi. Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi yang ada, selama ini telah menunjukan perilaku kontra-produktif akan cita –cita demokrasi yaitu memajukan kepentingan rakyat melalui kekuasan dari rakyat, oleh rakyat dan kepada rakyat. Namun, dalam era demokrasi yang berkembang dewasa ini, partai politik kurang merepresentasikan kepentingan rakyat selain kepentingan golongan atau kelompok untuk mencapai kekuasaan. Rakyat tak lebih sebagai komoditas politik semata.
Lebih dari itu, partai politik dewasa ini tidak memiliki urat malu. Lihat saja reaksi para petinggi partai-partai politik menghadapi aksi yang dilakukan KPK dalam pengusutan kasus korupsi yang menimpa kader partai politik  yang bersangkutan. Pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonya seperti tidak berlaku bagi partai politik. Dengan berbagai upaya mereka bersikeras menunjukan bahwa perilaku korup kadernya lebih merupakan persoalan orang – perorang, melemparkan tanggung jawab moral partai atas kewajiban membentuk serta menjaga moralitas para kadernya sebagai organisasi secara utuh. Mereka menggunakan hukum sebagai jalur untuk membela kebenaran menurut mereka sendiri.
Demikanlah kiranya kebenaran itu bagi masyarakat awam seperti kita yang sangat bertolak belakang dengan kebenaran menurut partai politik kebanyakan tentang  hakikat partai politik. Gila akan kekuasaan dan berperilaku korup merupakan dua hal yang erat berasosiasi dengan entitas partai politik saat ini. Itulah kebenaran bagi rakyat. Sedang  kebenaran bagi partai politik adalah perlindungan akan eksistensi partai meski berperilaku korup dengan dalih demokrasi. Maka sesungguhnya memang terjadi ketidaktersambungan antara partai politik  dengan  rakyat secara signifikan dalam membangun demokrasi, sebaliknya partai tak lebih dari sebuah kebohongan demokrasi bagi rakyat. Inilah wajah demokrasi kita adanya.
Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia, perlu adanya upaya pembangunan demokrasi yang semestinya dengan merubah mindset dan budaya dari partai politik yang ada saat ini tentang kebenaran akan demokrasi. Dimana rakyat adalah substansi dari sistem demokrasi tersebut. Namun kebenaran saat ini adalah kepunyaan mereka yang memiliki kekuasaan bukan kepunyaan rakyat karena rakyat sendiri tidak memiliki kekuasaan. Inilah bangunan demokrasi berlandaskan kebenaran kekuasaan sehingga rakyat tidak lagi menjadi bagian substansi melainkan bagian yang tersubordinat dari  kekuasaan politik dan hanya merupakan komoditas politik. Maka usaha ini tentunya tidak akan mudah tercapai dalam waktu yang singkat.
Perubahan mindset atau cara berfikir parpol tentang demokrasi dapat terwujud apabila setiap partai politik yang ada saat ini dapat merombak segala perilaku dan budaya partai yang cenderung feodalistis patronis. Berbicara PDIP tentu maka Megawati Soekarno Putrilah sebagai titik sentral setiap kebijakan dan sikap partai. Demikianhalnya  dengan Partai Demokrat, SBY-lah sang aktor utama dari setiap kebijakan dan sikap partai tersebut. Kondisi inilah yang menyebakan mesin regenerasi partai politik cenderung macet, sehingga partai politik tidak progresive sebagai penggerak dalam pembangunan demokrasi kita.
Dengan demikian, ditengah gencaran wacana pembubaran akan partai politik yang berperilakuk korup dewasa ini, serta menjelang persiapan pesta demokrasi untuk menentukan para calon wakil rakyat dan presiden pada 2014 mendatang, hendaknya partai politik menginsyafkan diri dengan melakukan berbagai upaya perbaikan dan pembenahan sistem partai yang rusak, daripada hanya melakukan manuver-manuver politik untuk pencitraan. Semoga.
FX. Hengki Parahate
Ngaglik, Jogjakarta, 2013



No comments:

Post a Comment