Bagian III
Esensi
Bekerjalah
pada suatu yang engkau cintai? Tidak semudah mengatakanya dalam praktik.
Terkadang justru luka yang akan kita terima akibat ke-cintaan itu. Semua bersifat
komplemen dan paradoksal.
Mencintai
segala sesuatu yang kita lakukan adalah baik tapi bukanlah sebuah kebenaran
apalagi pembenaran terhadap cara – cara kita terhadapnya. Dinamika jiwa tidak
bisa dinormatifkan, sebab ia merdeka dan peka terhadap segala sesuatu kondisi
dan nurani sebagai timbangannya.
Hanya
saja, kita terbentur pada kondisi pekerjaan yang mendasarkan pada euphoria action
tanpa menghidupi esensi. Memang akan begitu megah kelihatannya, namun miskin
akan esensi. Solusinya adalah melawan dan mendobrak tembok pengukung jiwa.
Menjadi terasing dari sebuah kondisi abnormal jauh lebih terhormat, daripada
terhormat dalam kondisi abnormal itu sendiri.
Mendidik
adalah pekerjaan kemanusiaan dan ukurannya adalah kemanusiaan itu sendiri. Namun
sayang, sistem mempersempit ruang gerak jiwa untuk berkarya dalam Pendidikan. Semua
serba pasti dan terukur dengan ukuran – ukuran yang tidak esensi. Pendidikan deweasa
ini adalah pekerjaan mencipta yang abai mengolah rasa bisa merasa. Menajamkan
logika tanpa nurani. Memperjuangkan adab tapi kehilangan adab. Ahistoris dan eutopis,
jauh dari realita kemanusiaan itu sendiri.
Untuk
dapat menemukan esensi, harus mau berpikir keras dan merenung atas apa yang
kita jalani. Jalani hidup kita, dan hidupi yang kita jalani.
Catatan
permenungan : Hengki P., Kamis, 1 Oktober 2020
No comments:
Post a Comment