Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

Saturday, 27 March 2021

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian VI

Melawan Arus

Tidak mudah, dan bahkan akan mengkerdilkan hati

Akan membuat menjadi terasing dari kumpulan kenaifan dan munafik

Dan tersingkir karena memang disingkirkan

Menjadi ‘sampah’ bagi mereka yang mencintai keindahan mata disbanding jiwa

Tiada yang lebih indah daripada memantapkan jiwa untuk tetap mejaga kewarasan

Melawan gerusan arus pemalsuan dan rekayasa nurani yang jahat

Hanya satu kata ‘lawan’!

 

Catatan peremenungan : Hengki P., Selasa, 3 November 2020

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian V

Paradoksal

‘Orang jahat’ mengadili si jahat

‘Si penindas’ berujar kemerdekaan

‘Pemimpin’ menuntut dipahami

Berilmu tapi membodohi

Beragama tapi tidak bertuhan

Pencuri menuntut kejujuran dan keadilan

Paradok adalah anomali ketidakawarasan dan ketidakseimbangan

Dan pembiaran atasnya adalah kejahatan dan dosa

 

Catatan peremenungan : Hengki P., Selasa, 3 November 2020

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian IV

Konspirasi

Bukan sesuatu yang bersifat mistis, terselubung, penuh siasat dan berkonotasi negatif

Tapi tidak selalu demikian jahatnya, tergantung orientasi gerakan ini

Bukan masalah benar dan salah, bukan pula dampak yang ditimbulkan dari gerakan ini

Tetapi semua Kembali tentang nilai nurani sebagai timbangan kebenaran

Selama konspirasi ini dilakukan oleh si jahat akan tetap jahat sebaik apapun dampak positif dari gerakan itu

Sebab kebenara bukan ukuran jumlah, dan siapa yang berkuasa, tetapi masalah cerminan hati yang murni

Dan hati setiap manusia adalah murni dalam hasrat kebaikan, hanya saja menjadi kotor oleh karena dengki dan picik

 

 

Catatan peremenungan : Hengki P., Selasa, 3 November 2020

 

 

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian II

Jargonisme

Kata hanya gelembung udara yang kosong, jika berasal dari hati yang kotor

Kata akan menjadi lebih bermakna jika berasal dari batin yang lapang dan murni

tanpa selubung Hasrat menciderai dan tendensius mengejar hasrat ke-aku-an

Berkata berarti berucap kebenaran bukan rekayasa kata dengan selubung siasat

Jargon hanya retorika berwatak nekrofilisme.

 

Catatan peremenungan : Hengki P., Selasa, 3 November 2020

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian III

Berkuasa

Kekuasaan adalah pesona manusiawi yang memabukan

Tanpa moral, siapa saja berupaya untuk meraihnya semata untuk ‘prestise’

Tidak ada niatan tulus untuk berkuasa dan itu adalah masalah

Dan kuasa hanya layak bagi mereka yang bijak bukan hanya cakap secara teknis

Tanpa keduanya kekuasaan akan timpang

Sebab berkuasa adalah merendahkan diri untuk menjadi pelayan bukan untuk dilayani

Banyak mendengar dan buka banyak memerintah

Memberi kemerdekaan bukan pengekangan

Memberi pengharapan bukan menebar ketakutan dan khawatir

Bijaklah menguasai dirimu sendiri sebelum segala sesuatu yang ada di luar dirimu

 

Catatan peremenungan : Hengki P., Selasa, 3 November 2020

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian I

Akal Sehat

Tidak ada yang salah dengan akal atau pikiran

Yang salah adalah yang menguasai akal atau pikiran

Kejahatan dan kebaikan berawal dari sebuah ide atau gagasan, hanya bagaimana menguasai Hasrat

Jadi tergantung hati seperti apa yang menguasai ide itu.

Salah menjadi benar, benar menjadi salah

Si jahat seolah – olah korban, dan korban yang sebenarnya menjadi si jahat

Dan memang demikian yang terjadi. Ketidakwarasan.

Cermin hati menjadi buram, sehingga kebenaran menjadi semu bahkan dieksploitasi demi pembenaran

Dan inilah kebenaran; hilangnya kewarasan akal maka moralitas hancur.

 

Catatan peremenungan : Hengki P., Selasa, 3 November 2020

Friday, 2 October 2020

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian V

Tafsiran Menemukan Kebenaran

Banyak mendengar sedikit bicara adalah tangga pertama dalam titian tangga menuju kebijakasanaan. Perbanyak mendengar dan merenung, dan mengatak apa yang perlu dikatakan karena sebagai kebenaran adalah upaya untuk menjadi bijaksana. Konsisten melakukan proses itu dan terus mencari yang hakiki adalah puncak dari proses menjadi bijaksana dalam tangga puncak kebijaksanaan. Kebenaran tiada pernah berakhir dalam pencarian jati dirinya.

Masalahnya pendengaran inderawi kita tidak pernah jernih menangkap berita kebenaran dan menumpulkan pendengaran hati. Kebenaran saat ini tergantung pada siapa yang berkuasa, bermodal, berkedudukan, dan yang terhormat dalam status sosial, sekalipun mulut mereka penuh dengan tipu muslihat.

Mendengar dan melihat dengan hati adalah upaya yang tepat dalam mencari kebenaran, sebab pendengaran dan pengelihatan inderawi kita sangat mudah dikotori oleh tipu muslihat dalam segala bentuk kemewahannya. Selamat berlatih…

 

Catatan permenungan : Hengki P., Kamis, 1 Oktober 2020

 

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian IV

Keblinger Kuasa

Kuasa sehebat dan sedahsyat apapun yang diraih oleh seseorang tidak akan berarti apa-apa. Sebab manusia tidak pernah berkuasa atas nafsu kekuasaan dari dalam dirinya. Dan sayang semua orang berjuang untuk mendapat kuasa itu dengan segala daya upaya, hingga rela merendahkan diri dan martabatnya untuk menjadi budak olehnya. Sungguh ironi kemanusiaan yang sepertinya menjadi fenomena dewasa ini di segala lini. Memperbudak diri pada nafsu, tetaplah hamba tanpa kuasa sekalipun kekuasaan tertinggi dan terhormat yang telah dicapainya.

Insyafkan diri dan berpahamlah dengan benar. Kuasamu adalah bentuk penghambaanmu pada kemanusiaan. Maka rendah hatilah dan jangan picik terhadap kuasamu. Kuasamu tidak kekal. Jangan takabur olehnya dan menanglah atas nafsu kuasa agar tidak diperbudak serta direndahkan, dan engkau sungguh – sungguh berkuasa atas kuasa dirimu sendiri. Selamat berupaya meraih kuasa atas dirimu dan menjadi terhormat sekaligus beradab oleh karena kuasa itu. Dan orang yang degil hatinya tidak pantas untuk mendapatkan kuasa yang terhormat itu. Mereka adalah manusia yang keblinger.

 

 

 

Catatan permenungan : Hengki P., Kamis, 1 Oktober 2020

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian III

Esensi

Bekerjalah pada suatu yang engkau cintai? Tidak semudah mengatakanya dalam praktik. Terkadang justru luka yang akan kita terima akibat ke-cintaan itu. Semua bersifat komplemen dan paradoksal.

Mencintai segala sesuatu yang kita lakukan adalah baik tapi bukanlah sebuah kebenaran apalagi pembenaran terhadap cara – cara kita terhadapnya. Dinamika jiwa tidak bisa dinormatifkan, sebab ia merdeka dan peka terhadap segala sesuatu kondisi dan nurani sebagai timbangannya.

Hanya saja, kita terbentur pada kondisi pekerjaan yang mendasarkan pada euphoria action tanpa menghidupi esensi. Memang akan begitu megah kelihatannya, namun miskin akan esensi. Solusinya adalah melawan dan mendobrak tembok pengukung jiwa. Menjadi terasing dari sebuah kondisi abnormal jauh lebih terhormat, daripada terhormat dalam kondisi abnormal itu sendiri.

Mendidik adalah pekerjaan kemanusiaan dan ukurannya adalah kemanusiaan itu sendiri. Namun sayang, sistem mempersempit ruang gerak jiwa untuk berkarya dalam Pendidikan. Semua serba pasti dan terukur dengan ukuran – ukuran yang tidak esensi. Pendidikan deweasa ini adalah pekerjaan mencipta yang abai mengolah rasa bisa merasa. Menajamkan logika tanpa nurani. Memperjuangkan adab tapi kehilangan adab. Ahistoris dan eutopis, jauh dari realita kemanusiaan itu sendiri.

Untuk dapat menemukan esensi, harus mau berpikir keras dan merenung atas apa yang kita jalani. Jalani hidup kita, dan hidupi yang kita jalani.

 

Catatan permenungan : Hengki P., Kamis, 1 Oktober 2020

 

 

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian II

Pertarungan

Setelah pertarungan usai, sesungguhnya kita kabur mengenai pemahaman hasil akhir. Siapa pemenang dan siapa pihak yang kalah?. Yang ada hanyalah pengurangan. Kurang rasa saling percaya, saling hormat, berinterospeksi, kurang adab, dan kurang saling memahami.

Ini bukanlah pertarungan yang sesungguhnya, sekalipun segala upaya telah dikerahkan dan meguras tenaga serta mengorbankan martabat diri. Semua hanya persoalan intrik picik semata yang malu – malu. Tidak berani terbuka, karena takut jikalau intensi pertarungan itu diketahui bukan untuk martabat dan kerhormatan, melainkan karena rasa ingin ‘mematikan’ yang bersumber dari hati pembenci dan iri. Demikianlah orang itu sesungguhnya harus dikasihi karena tidak memiliki cinta.

Bersabarlah menganggung segala sesuatu yang pedih karena banyak hal dengan musuh yang demikian. Setidaknya dengan itu engkau telah selangkah maju untuk memenangkan pertarungan.

Selamat bertarung melawan dirimu sendiri, sebagai musuh terberatmu.

 

Catatan permenungan : Hengki P., Kamis, 1 Oktober 2020

 

 

NARASI PERGUMULAN

 

Bagian I

Merdeka Menentukan Nasib

Setiap orang berhak menentukan nasibnya masing – masing. Itulah merdeka. Siapapun tidak memiliki legitimasi untuk menghakimi nasib masa depannya. Ya, hidup sesungguhnya adalah seni memilih dan aku setuju akan hal itu. Memilih dari sekian banyak pilihan jalan untuk meraih bayangan masa depan yang telah ditetapkan. Dan sangat manusiawi kita menggunakan rasionalitas kita untuk menimbang setiap resiko, peluang dan keuntungan dari setiap pilihan yang ada. Hanya saja terkadang rasionalitas kita terlalu menitik beratkan pada rasionalitas piker saja dan mengesampingkan rasionalitas nurani. Jangan sampai mengambil keputusan dalam ketidaktenangan dan kejernihan hati. Fatal akibatnya, hidup dalam sesal.

Rasionalitas nurani, sesungguhnya cerminan kerinduan jiwa akan kebutuhannya untuk merasa damai dan tidak bergejolak secara labil. Sebab disinilah kemerdekaan itu berada, dimana hati merasa tenang dan damai dalam kondisi seperti apapun yang muncul sebagai resiko atas pilihan yang kita ambil. Tiada rasa sesal, khawatir dan tenang. Itulah merdeka.

Masalahnya sejauhmana kita melibatkan rasionalitas nurani kita dalam dinamika hidup kita selama ini? Selama merenung…

 

Catatan permenungan : Hengki P., Kamis, 1 Oktober 2020

 

Tuesday, 20 December 2016

Penjara Jiwa

Penjara Jiwa



Rindu rasanya hati ingin bernyanyi
Bersenandung seiring lantunan angin malam yang mendesau
Hingar bingar, nanar dan segala nestapa
Luruh dalam segala arah angin pembebasan
Kutawar segala kenyataan
Namun tiada harga yang sepadan di antara keduanya
Penat dan beban menjadi penghibur yang menawan hati
Biarlah ... biarlah semua ini terjadi
Sebab angin itu pasti akan datang kembali
Dalam kawanan badai pembebasan yang tiada terbendung
Bebaslah engkau dari penjara jiwa




Pageruyung, 22 Juli 2016
FX. Hengki Parahate



Thursday, 13 October 2016

Puisi :Merindukan Terang

Merindukan Terang
Kalian yang dulu pernah berurai air mata
Berkalung peluh dan derita
Marilah mendekat dan berpekiklah
Agar tanah yang tidur pun mendengar dan bergetar
Agar air yang tenang pun berderai
Dan alam nan teduh bergeming dan menyingkap segala tabir si jahat

Kalian yang hanya diam
Menggerutu dalam gelap dan pengap hidup
Berdirilah dan tegakan kaki lalu berpijak
Angkatlah lenganmu dan tinjulah  dunia yang malang diperdaya si jahat

Kalian yang hanya terkulai lemah
Memanggul hidup dalam ketidak berdayaan
Beranikan hati dan berkeraslah berjuang setidaknya bagi dirimu sendiri
Sebab engkaulah manusia yang merdeka
Dan sebab engkaulah manusia yang mulia
Halaulah segala kegelapan itu
Sebab kebenaran bukan yang telah kelihatan
Dan bukan hanya milik sebagian manusia saja
Ialah kepunyaan alam semesta yang menentramkan segala mahkluk yang berdiam di bawah naungannya
Ialah hak segala anak bangsa

Pageruyung, 30 Mei 2016

FX. Hengki Parahate

Puisi : Mencumbui Malam


Mencumbui  Malam
Malam bukan lagi sahabat
Ia berwajah seram dengan peringai suram
Bak kabut kelam
Ia menyelimuti segala kedalaman diri
Menyeret jiwa dalam kekecewaan yang membatu
Merantai kegelisahan dalam bisu
Menenggelamkan mata hati dan menenun siasat celaka
Malam adalah kepalsuan keindahan gemerlap
Kehampaan hati yang tersendiri
Kekosongan jiwa yang terbelenggu
Ialah malam
Simbol segala gelap dalam gemerlap
Simbol segala keheningan dalam picik siasat para penyamun
Simbol segala keteduhan dalam haus dan kering nurani
Ialah malam
Itulah malam
Aku pun rindu padanya

Pageruyung, 30 Mei 2016
FX. Hengki Parahate



Puisi : Memuja Malam

Memuja Malam
Kunantikan datangmu
Memapahku dalam mimpi bayangan nan gelap
Kuharapkan sentuhmu
Membelai jiwaku nan lara dan terbenam dalam gelap
Kupuja dirimu wahai sang malam
Sebab telah lumpuh kewarasanku pada dunia yang tak waras
Kucintai engkau dengan segenap hatiku
Sebab tiada patut dan layak kucintai lagi segala yang terlihat pada terang
Pada terang hanya kudapati bayang
Tersamar dalam kemilau dunia yang menyilaukan
Hingga mata tiada lagi sedap memandang dalam segala kemegahannya
Kupuja engkau dengan segala kehalusan budiku
Sebab dalam gelapmulah terang itu sungguh dinantikan
Dan tiada tersamar dalam bayangan

Pageruyung, 22 Juli 2016
FX. Hengki Parahate



Puisi : Melacurkan Nurani

Melacurkan Nurani




Tiada mati rasa bagiku
Tiada pula mati hati ini menimbang segala perkara
Hanya saja bukan begitu logikanya
Nurani tiada lagi menjadi pujaan
Kemurniaanya bukan lagi timbangan yang jujur
Bukan hilang ketajamannya
Tapi tiada perlu rasa – rasanya menggunakannya
Bukan karena aku  manusia yang tidak berakal dan berbudi
Hanya karena tiada lagi guna semua itu bagi manusia sekarang ini katanya
Biarlah hilang hakikat manusia ini
Asal mampu merekayasa dan menipu diri
Melacurkan diri demi hal yang sementara

Pageruyung, 22 Juli 2016
FX. Hengki Parahate



Wednesday, 12 October 2016

Puisi : Langkah Pergumulan

Langkah Pergumulan


Lampu – lampu di tepian itu
Membiaskan malam menjadi kian tersamar
Mengiringi langkah – langkah kaki
Menjuntai sulur jalan beraspal bak permadani raksasa
Roboh terinjak langkah – langkah kaki tak berarah
Lampu – lampu itu
Menyeruak memancarkan sinar keabadian
Yang tiada akan lekang oleh masa hingga ujung perjalanan
Impian itulah pelita
Pelita itulah pengharapan
Betatapun redup berkas sinarnya
Pengaharapan itulah sumber daya yang menggerakan
Dan jiwalah sahabat dalam perjalananmu

Pageruyung, 1 Juni 2016
FX. Hengki Parahate


Puisi : Kupinta Yang Kuingin

Kupinta Yang Kuingin


Kupinta engkau bersama pelukan malam
Berbaring menemaniku melihat cakrawala gemerlap
Merengkuhmu dengan ketegaran hati
Dan menyandarkan kepalamu di bahuku

Kupinta engkau bersama terang sang bidadari malam,
Menenun hati yang terluka dan membasuh segala dukanya

Kupinta engkau dengan segala keharuman bumi,
Merasuk dalam setiap hela nafasku dan membiusnya dengan segala wewangian dewa
Kupinta engkau memudar bersama derunya gelombang laut yang menderu
Terhempas terbawa angin selaksa
Mencabut segala akar keserakahan inginku dalam ladang jiwaku
Dan bebaskanlah aku dari segala inginku

Pageruyung, 30 Mei 2016
FX. Hengki Parahate





Puisi : Kidung Cinta

Kidung Cinta


Menarilah bersamaku kasihku
Basuhlah kerinduan jiwaku dengan pelukmu
Gandenglah tanganku dan genggamlah bersama keyakinan kita
Akan masa depan yang kita takkan pernah mengetahui
Jangan lagi pernah kau lepaskan
Genggamlah kuat dan lebih kuat lagi
Karena kita telah seiya sekata
Berlayar menuju pelabuhan keabadian bersama
Mengertilah kiranya engkau akan segala kerinduan ini
Akan segala rasaku dan rasamu
Yang kian menyatu tak terbatas ruang dan waktu
Mengertilah kiranya engkau kekasih hatiku
Segala sukacitaku menyala dari pelukan sayap cintamu
Yang merengkuh kesendirianku
Mengertilah kiranya engkau nafas hidupku
Api cinta kita telah melebur
Dan segala kesusahan kita terhempas mengepul di awan
Bersama dengan api cinta kita yang kian membara
Kini kau dan aku bersatu dalam segala
Tanpa memisah dan terpisah
Sekarang hingga ujung waktu berlabuh
Berbahagialah kita dan segala anak bangsa bumi ini
Karena akan selalu kita kidungkan  cinta

Pegeruyung, 1 Juni 2016

FX. Hengki Parahate

Tuesday, 11 October 2016

Puisi : Desolasi


Desolasi

Laju berkabar angin menghembus asa
Bersahutan malam bergeming mengurai cahaya gemintang nan redup tiada pesona
Mencuat bagaikan menara duka menjulang
Menawan jiwa yang malang merintih

Pohon bambu pun bertingkah
Berdecit membisik dan memperolok dalam nyanyian angin kehampaan
Menuntun dalam untaian nada jiwa berseteru

Golak bergejolaklah
Menderu laksana selaksa ombak bergemuruh
Memecah dinding – dinding jiwa bisu nan sepi
Terhempas butir – butir pasir kekosongan

Tenang – tenanglah engkau disana jiwaku
Menyusuri lorong kekosongan nan sepi
Berenang dalam samudera duka dan keputusasaan
Sebab tiada tempat kesia – siaan

Selasa, 26 Juli 2016
FX. Hengki Parahate