Indonesia;
Negara di Ujung Kegagalan
Menonton
salah satu siaran televisi kemaren malam dengan "Indonesia menuju Negara
di Ujung Gagal", terlintas pemikiran yang mengutarakan persepsi secara
pribadi yang cenderung setuju dengan judul dialog tersebut. Akan tetapi
rasa-rasanya saya sudah sangat jenuh dan bosan mendengarkan cerita yang
memilukan tentang kondisi masayarakat di negara ini. Keputusannya, saya
lewatkan begitu saja acara tersebut.
Namun
demikian, ketika bangun tidur dan langsung membuka Fb dan membaca status dari
teman2 ternyata hanya ada satu teman saya yang mengangkat kembali tema tersebut
dalam statusnya, entah apa motivasinya. tetapi saya salut dengan kawan itu,
ternyata dari sekian banyak rekan muda yang berteman di Fb hanya dia seorang
yang mau mengususng isu tersebut dalam media sosial itu. Maka saya masih
percaya bahwa negeri ini masih ada harapan untuk bangun dari keterpurukan oleh
karena ada orang2 seperti kawan saya yang ternyata masih peduli akan nasib
bangsanya sendiri. Bartolomeus Ferdian Vihara Palma....mantap kawan.
Kembali
lagi ke tema tentang Indonesia; Negara di Ujung Kegagalan. Sekilas saya
berfikir judul tersebut begitu lugas dalam membungkus persoalaan pelik yang
melanda bangsa ini dan telah gagal dituntaskan oleh negara. Saya
berfikir bahwa sebenarnya kurang apa bangsa dan negara ini dalam keadaanya.
Segala potensi sumber daya alam, sumber daya manusia bahkan ideologi yang
begitu luhur Pancasila.
Saya
setuju dengan para politisi kita dengan pandangan politik yang menyatakan
bahwa bangunan bangsa dan negara ini harus berdiri dan ditegakkan dalam empat
pilar utama yaitu Pancasila, UUD 1945, Penegakan Hukum dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hanya saja, aktualisasi dari keempat pilar tersebut dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara kita masih jauh dari harapan. Kegaduhan
politik yang begitu luar biasa antar partai politik hari - hari ini telah
mengebiri demokrasi yang menjadi jargon politik mereka. Toh pada kenyataanya
rakyat hanya dijadikan obyek demi politik kekuasaan. Politik kita adalah
politik bernegara yang kotor dan paling busuk.
Segala
potensi yang ada di negeri ini sebenarnya sudah disediakan oleh cuma2 oleh
Tuhan Yang Esa dengan segala kelimpahannya.Bahkan saya berfikir jangan - jangan
bangsa ini adalah bangsa pilihan, karena memang begitu mengagumkan
keberadaanya. Apa yang tidak ada di Bumi Pertiwi?. Sejarah membuktikan, betapa
bangsa2 eropa berlomba-lomba untuk menemukan tanah air kita ini karena
kelimpahan kekayaan yang begitu luar biasa.Hanya sayang, kelimpahan ini tidak
dengan baik dikelola oleh negara untuk kepentingan bangsa dan rakyatnya
sendiri. Para elite politisi kita adalah para komparador kepentingan asing yang
ingin meraup sebanyak-banyaknya keuntungan dari kekayaan negeri ini melalui
penjajahan secara ekonomi. Kebusukan keserakahan ekonomi yang dibungkus dalam
globalisasi dan liberalisasi adalah tonggak kehancuran ekonomi kita. Mungkin
ini yang dimaksud oleh Soekarno dengan apa yang disebut dengan neoliberalisme
dan neokolonialisme yang ternyata lebih efektif dalam melakukan penghisapan
atas kekayaan bangsa dan negara di tanah air kita. Dampaknya, rakyat masih saja
miskin dan berkubang dalam kebodohan yang tersistem.
Kesesatan
Trias Paradigma adalah sumber kekacauan yang sesungguhnya.
Menurut
Dr. Hidayat Nataatmadja, dalam dunia modern dewasa ini ada tiga bentuk
paradigma yang berpengaruh dalam kultur masyarakat kita. Ketiga paradigma
tersebut adalah Paradigma agama, paradigma ilmu pengetahuan dan paradigma
ideologi. Saya berfikir tidak ada yang salah dengan ketiga paradigma tersebut,
hanya saja dalam prakteknya ketiga paradigma tersbut tidak dapat salaing
mendukung melainkan justru malah saling bertentangan satu dengan yang
lain.
Paradigma
adalah sebuah azas pandangan yang dianggap benar oleh sendirinya. Sehingga
aktualisasi paradigma tersebut ditekankan pada metode bukan pada nilai yang
terkandung di dalam masing2 muatan paradigma tersebut. Saya menduga bahwa
kondisi ini terjadi oleh karena banyak orang yang tidak memahami nilai.
Konsepsi-konsepsi yang dibangun dan digunakan sebagai kajian teoritis mereka
hanya merupakan 'gelembung udara yang hampa'. Jadi saya berfikir para elit
politik kita saat ini sedang melakukan lawakan dan berakting saja, karena
mereka sesungguhnya tidak pernah tahu apa yang sedang mereka lakukan dalam
politik dengan landasan konsep 'gelembung udara' yang mereka yakni sebagai
kebaikan bagi kelompoknya dan bukan sebuah kebenaran yang hakiki.
Sehingga
pada dasarnya bangsa in sudah gagal. Kenapa kita baru merasa bahwa kita sedang
menuju kapada sebuah kegagalan?
Pendidikan
Sebagai Pondasi Pembangunan
Bangsa
dan negara ini sudah gagal dalam mengelola dan menjamin kesejahteraan bagi
masyarakatnya sendiri, karena kebebalan para manusia komparador para elit
politik kita. Menurut hemat saya sudah saatnya kita berevolusi dengan mengganti
para generasi tua yang hari ini mengacau dengan generasi muda yang lebih
konkret memberikan solusi perubahan dalam kekacauan dalam masyarakat dan tidak
hanya beretorika.
Pendidikan
seyogyannya mampu membuka kesadaran bagi setiap insan yang berkecimpung
didalamnya. Kesadaran ini harus pada sampai pada kesadaran diri setiap manusia
sebagai hakikat kemanusiaan dan mendorong setiap manusia bertanggung jawab pada
kemanusiaannya itu sendiri. Jadi pendidikan tidak penting apakah pendidikan itu
formal atau tidak, akan tetapi lebih pada muatan pendidikan yang memang
mengusung humanisasi.
"Sesungguhnya,
bentuk - bentuk pemerintahan dan pendidikan sangat tergantung pada kita
manusia.
Masalah
ini adalah yang paling sulit dan luar biasa pentingnya dewasa ini,
tetapi
banyak orang mencari penyelesaian - penyelesaian yang mudah".
-
L. O. Kattsoff -
Ngaglik
- Yogyakarta, 21 Juni 2012
FX.
Hengki Parahate